Journal de la Voix – Pernah dengar istilah pasal karet? Mungkin kata ini terdengar aneh, tapi pasal karet itu ada loh di dalam hukum Indonesia. Kenapa bisa disebut karet? Karena pasal ini bisa ditarik-tarik, artinya bisa ditafsirkan dengan berbagai cara sesuai keinginan orang yang menafsirkannya. Hasilnya? Kadang orang bisa kena masalah hukum cuma karena sesuatu yang sebenarnya gak salah. Yuk, kita bahas lebih dalam soal pasal karet ini dan kenapa hal ini bisa berbahaya!
Kenalan Dulu Sama yang Namanya Pasal Karet
Pasal karet itu istilah yang dipakai untuk menyebutkan pasal-pasal dalam undang-undang yang kata-katanya bisa ditafsirkan dengan berbagai cara. Jadi, pasal ini kayak karet yang bisa ditarik sesuka hati, gitu deh. Masalahnya, kalau pasal ini bisa ditafsirkan bebas, bisa aja orang-orang jadi terseret masalah hukum yang sebenarnya nggak mereka maksudkan. Bisa karena kata-kata dalam pasal tersebut nggak jelas atau memang punya makna yang bisa beda-beda.
Bayangin deh, kalau misalnya kamu nulis status di media sosial yang maksudnya nggak ada hubungannya dengan menghina siapapun, tapi karena kata-katanya bisa ditafsirkan lain, eh malah kena pasal. Gimana rasanya? Nah, ini yang bikin pasal karet itu bahaya.
Kenapa Pasal Karet Itu Bahaya?
Pasal karet itu bisa bikin orang kena masalah hukum walaupun dia nggak sengaja melakukannya. Kenapa? Karena pasal ini bisa ditafsirkan sesuai kepentingan orang tertentu. Misalnya, pasal tentang penghinaan presiden atau pasal pencemaran nama baik, yang sering dipakai untuk menekan orang yang mengkritik pemerintah atau pejabat tertentu. Dengan pasal ini, orang yang sebenarnya cuma ngomong kritis bisa langsung dianggap melakukan pelanggaran hukum.
Kebayang nggak sih? Dalam dunia yang bebas ekspresi kayak sekarang, pasal karet ini bisa membatasi kebebasan berpendapat kita. Apalagi buat orang-orang yang mau menyuarakan pendapatnya melalui media sosial, di mana hampir semua orang bisa melihatnya. Bisa-bisa, pendapat kita yang menurut kita sah-sah aja bisa jadi masalah besar gara-gara pasal karet yang gak jelas itu.
Contoh Pasal Karet di Indonesia
Buat kamu yang masih bingung, yuk kita lihat beberapa contoh pasal karet yang sering dipakai di Indonesia. Salah satunya adalah pasal penghinaan presiden. Dalam pasal ini, siapa saja yang menghina presiden bisa dipenjara. Tapi masalahnya, apa yang dimaksud dengan “menghina” itu nggak jelas. Misalnya kamu hanya mengkritik kebijakan presiden, apakah itu sudah dianggap penghinaan? Jawabannya bisa berbeda-beda tergantung siapa yang menilai.
Contoh lainnya adalah pasal pencemaran nama baik yang ada di UU ITE. Kalau kamu nulis sesuatu yang dianggap mencemarkan nama baik orang lain, bisa kena masalah hukum. Tapi, yang jadi masalah adalah, kadang apa yang dianggap “mencemarkan nama baik” itu bisa sangat subjektif. Kalau kamu salah ngomong atau salah paham, bisa aja langsung dilaporkan.
Pasal makar juga salah satu contoh pasal karet yang sering jadi perdebatan. Pasal ini sering digunakan untuk menjerat orang yang dianggap mencoba menggulingkan pemerintah, padahal bisa saja orang tersebut cuma ngomong kritikan yang keras atau ikut demo yang menurutnya sah-sah aja. Nah, ini juga bahaya banget, karena bisa jadi siapa saja yang berpendapat keras dianggap berbahaya buat negara.
Siapa yang Sering Kena?
Pasal karet ini gak cuma ngebahas soal orang biasa, loh. Aktivis yang sering mengkritik pemerintah atau kebijakan negara juga bisa kena jerat pasal karet ini. Bahkan, jurnalis yang menulis berita kritis juga kadang jadi target. Di media sosial, warganet yang suka banget ikut berkomentar atau nge-share opini pun bisa kena masalah hukum gara-gara pasal-pasal ini. Jadi, gak heran kalau kadang orang merasa takut berpendapat atau mengkritik karena bisa saja langsung kena masalah hukum.
Kalau kamu seorang konten kreator atau orang yang sering posting di sosial media, kamu juga harus hati-hati. Banyak konten kreator yang gak sadar kalau apa yang mereka bilang di media sosial bisa dianggap sebagai pencemaran nama baik atau penghinaan, walaupun itu cuma opini pribadi mereka. Jadi, berhati-hatilah kalau mau menulis atau meng-upload sesuatu, karena kata-kata bisa jadi bumerang.
Kenapa Pasal Ini Masih Dipakai?
Mungkin kamu bertanya-tanya, kenapa pasal-pasal seperti ini masih ada dan dipakai? Salah satu alasan utamanya adalah karena untuk menjaga ketertiban umum dan menghormati pejabat negara. Tapi, masalahnya adalah kalau pasal-pasal ini tidak jelas dan bisa ditafsirkan sembarangan, malah bisa digunakan untuk membungkam kritik dan pendapat orang.
Selain itu, pasal-pasal ini juga belum banyak direvisi untuk memberikan penjelasan yang lebih jelas. Hal ini jadi masalah besar, apalagi di era digital sekarang, di mana orang bebas berpendapat lewat internet. Makanya, sampai sekarang pasal-pasal ini masih sering disalahgunakan untuk menekan orang yang hanya menyampaikan pendapat.
Harus Gimana Biar Gak Kena Jerat Pasal Karet?
Nah, biar nggak gampang kena pasal karet, kamu perlu tahu cara berinternet dengan bijak. Coba deh, selalu berpikir dua kali sebelum posting sesuatu di media sosial. Kalau kamu lagi kritik sesuatu, pastikan itu dilakukan dengan cara yang sopan dan nggak berlebihan. Hindari kata-kata yang bisa dianggap menyinggung orang lain, terutama pejabat atau orang yang punya kekuasaan.
Selain itu, penting banget untuk kamu paham batasan-batasan dalam hukum, terutama yang berkaitan dengan kebebasan berpendapat. Kamu bisa cari tahu lebih banyak tentang hak-hakmu sebagai warga negara, supaya kamu nggak merasa terancam dengan pasal-pasal yang ambigu.
Penutup: Hukum Harusnya Lindungi, Bukan Menakuti
Pasal karet emang bisa jadi masalah serius, karena bisa bikin orang merasa nggak aman berpendapat. Hukum seharusnya melindungi kebebasan kita, bukan malah jadi alat yang menakut-nakuti. Makanya, penting banget bagi kita semua untuk terus mendorong agar hukum di Indonesia bisa lebih jelas dan adil. Jangan biarkan pasal-pasal karet ini jadi senjata buat membungkam suara-suara yang kritis. Anak muda harus lebih paham tentang hukum, supaya bisa berpendapat dengan bebas dan bertanggung jawab.
Hukum itu bukan buat menakut-nakuti, tapi untuk menjaga keadilan. Semoga kedepannya, pasal-pasal yang rawan disalahgunakan ini bisa diperbaiki agar gak bikin masalah buat siapa pun.