Journal de la Voix – Force majeure mungkin terdengar seperti istilah hukum yang ribet, tapi sebenarnya ini sering banget terjadi dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam dunia bisnis dan perjanjian. Bayangkan, kamu sudah menandatangani kontrak dengan seorang vendor untuk menyelenggarakan sebuah acara besar. Semua persiapan sudah matang, tapi tiba-tiba ada bencana alam seperti gempa bumi atau pandemi yang bikin acara itu nggak bisa berjalan sesuai rencana. Apa yang terjadi dengan kontraknya? Apakah kamu tetap harus membayar vendor? Apakah vendor bisa menuntut kamu karena acara dibatalkan?
Nah, dalam situasi seperti ini, keadaan memaksa bisa jadi solusi hukum yang melindungi kedua belah pihak. Yuk, kita bahas lebih dalam tentang konsep ini dan bagaimana keadaan memaksa bisa digunakan dalam perjanjian hukum!
Pengertian Force Majeure
Force majeure adalah istilah dalam hukum perdata yang berarti “keadaan memaksa”. Sederhananya, ini adalah kondisi di mana seseorang nggak bisa memenuhi kewajiban dalam kontrak karena ada kejadian luar biasa yang di luar kendali mereka.
Konsep ini penting banget dalam dunia bisnis dan hukum perjanjian, karena nggak semua kegagalan dalam menjalankan kontrak adalah kesalahan manusia. Ada kejadian-kejadian yang benar-benar nggak bisa dihindari, seperti bencana alam, perang, atau pandemi global, yang membuat suatu perjanjian jadi mustahil untuk dijalankan.
Tapi, perlu diingat bahwa keadaan memaksa bukan alasan untuk sembarangan membatalkan kontrak. Ada syarat-syarat tertentu supaya suatu kejadian bisa dianggap sebagai force majeure.
Contoh Keadaan yang Termasuk Force Majeure
Supaya lebih jelas, berikut beberapa situasi yang biasanya dianggap sebagai keadaan memaksa dalam dunia hukum:
Bencana Alam
Gempa bumi, tsunami, banjir besar, letusan gunung berapi, dan badai yang besar bisa dianggap keadaan memaksa, terutama kalau dampaknya membuat bisnis atau aktivitas ekonomi terhenti total.
Misalnya, ada perusahaan konstruksi yang sudah punya kontrak untuk membangun gedung, tapi tiba-tiba daerah proyeknya terkena gempa besar yang merusak semua infrastruktur. Dalam situasi ini, kontrak bisa ditinjau ulang atau bahkan dibatalkan karena keadaan memaksa.
Wabah Penyakit atau Pandemi
Contoh paling nyata adalah pandemi COVID-19. Banyak acara konser, festival, dan pernikahan yang terpaksa dibatalkan atau ditunda karena aturan lockdown dan pembatasan sosial.
Dalam kondisi seperti ini, keadaan memaksa bisa digunakan sebagai alasan hukum agar pihak yang terkena dampak nggak dianggap wanprestasi (ingkar janji).
Perang atau Konflik Bersenjata
Kalau ada perusahaan yang menjalin kontrak bisnis dengan pihak dari negara lain, lalu tiba-tiba negara tersebut mengalami perang atau konflik bersenjata, kontrak itu bisa dianggap batal karena force majeure.
Kebijakan Pemerintah yang Mendadak
Kadang, pemerintah bisa mengeluarkan peraturan mendadak yang bikin bisnis atau kontrak nggak bisa berjalan. Misalnya, jika pemerintah tiba-tiba melarang impor bahan baku tertentu yang sudah dipesan oleh sebuah perusahaan, maka force majeure bisa berlaku.
Namun, keadaan memaksa nggak berlaku untuk alasan yang sebenarnya bisa diantisipasi. Misalnya, harga bahan baku naik atau perusahaan mengalami kerugian karena manajemen yang buruk.
Perbedaan Force Majeure dan Wanprestasi
Banyak orang sering bingung membedakan force majeure dengan wanprestasi.
Force majeure terjadi karena kejadian luar biasa yang nggak bisa dikendalikan, sementara wanprestasi adalah ketika seseorang gagal memenuhi kewajibannya karena kelalaian atau kesalahan sendiri.
Contohnya:
- Force majeure: Sebuah perusahaan gagal mengirim barang karena ada banjir besar yang merendam jalur distribusi utama.
- Wanprestasi: Sebuah perusahaan telat mengirim barang karena karyawan mereka lupa mengurus dokumen pengiriman tepat waktu.
Kalau force majeure terjadi, pihak yang terdampak bisa terbebas dari kewajibannya. Tapi kalau wanprestasi, pihak yang lalai tetap harus bertanggung jawab dan bisa dikenakan denda atau tuntutan hukum.
Syarat-Syarat Force Majeure Berlaku
Supaya sebuah kejadian bisa dianggap force majeure, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi:
- Keadaan di luar kendali manusia – Misalnya bencana alam atau pandemi yang nggak bisa dicegah.
- Nggak bisa diprediksi sebelumnya – Kalau sejak awal sudah ada tanda-tanda bahwa masalah bakal muncul tapi tetap lanjut, itu nggak bisa disebut force majeure.
- Benar-benar bikin perjanjian nggak bisa dijalankan – Harus ada bukti bahwa kejadian tersebut langsung berdampak pada kegagalan kontrak.
Bagaimana Force Majeure Mempengaruhi Kontrak?
Kalau terjadi force majeure, ada beberapa kemungkinan yang bisa terjadi dalam kontrak:
- Penundaan kewajiban – Kontrak bisa ditunda sampai keadaan kembali normal.
- Pembatalan kontrak – Kalau keadaan daruratnya sangat parah dan mustahil untuk dilanjutkan, kontrak bisa dibatalkan.
- Negosiasi ulang – Para pihak bisa mencari solusi baru supaya kerja sama tetap bisa berjalan.
Misalnya, kalau ada konser yang batal gara-gara pandemi, bisa jadi penyelenggara menawarkan pengembalian uang atau menjadwal ulang acara.
Cara Mengantisipasi Force Majeure dalam Kontrak
- Biar nggak terjadi konflik ketika keadaan memaksa terjadi, ada beberapa cara mengantisipasinya dalam kontrak:
- Menyertakan klausul force majeure dalam kontrak – Ini penting banget biar semua pihak tahu apa yang harus dilakukan kalau terjadi keadaan darurat.
- Menentukan langkah-langkah yang harus diambil – Apakah kontrak akan dibatalkan atau hanya ditunda?
- Membuat perjanjian tertulis – Dengan adanya perjanjian tertulis, semua pihak punya dasar hukum yang jelas.
- Menggunakan asuransi bisnis – Beberapa perusahaan bahkan menambahkan perlindungan asuransi untuk mengantisipasi keadaan memaksa, sehingga jika terjadi kerugian, mereka tetap memiliki cadangan dana untuk menghadapi situasi darurat.
- Memonitor situasi global dan lokal – Perusahaan yang sering berhubungan dengan mitra bisnis di luar negeri harus selalu memperhatikan situasi ekonomi, politik, dan lingkungan agar bisa merencanakan langkah mitigasi jika keadaan memaksa terjadi.
Kesimpulan
Force majeure adalah prinsip hukum yang bisa melindungi seseorang dari tuntutan hukum jika mereka gagal menjalankan kontrak karena kejadian luar biasa yang di luar kendali.
Tapi, keadaan memaksa bukan alasan untuk sembarangan membatalkan kontrak. Ada syarat-syarat yang harus dipenuhi supaya keadaan memaksa bisa berlaku secara hukum.
Jadi, kalau kamu suatu saat bekerja di dunia bisnis atau hukum, jangan lupa selalu periksa apakah kontrak yang kamu buat sudah mencantumkan klausul force majeure biar lebih aman dari risiko kejadian tak terduga!